Miliki Merchandise Pramuka Terbaru di Kedai Pramuka Online
Kesenjangan Kepramukaan: Antara Kwartir dan Gugusdepan yang Kian Melebar
Kesenjangan Kepramukaan: Antara Kwartir dan Gugusdepan yang Kian Melebar
Table of Contents
🌿 Antara Kwartir yang Nyaman dan Gudep yang Berjuang
Kepramukaan di tingkat Kwartir kini serba cukup setidaknya dibanding tahun-tahun awal 2000-an. Ada dana dari APBD, kegiatan tertata jika staff dan andalannya aktif, dan peserta didik yang mengikuti kegiatan tingkat kwartir pada umumnya berasal dari kalangan menengah ke atas.
Namun, yang benar-benar menikmati fasilitas tersebut hanyalah segelintir orang. Bahkan, tidak jarang Kwarran pun jarang turun menyapa Gugusdepan (Gudep) yang menjadi ujung tombak pembinaan Pramuka di sekolah dan komunitas.
Sementara di tingkat Gudep, semuanya berjalan dengan dana seadanya. Peralatan terbatas, seragam sederhana, tapi semangatnya tak pernah padam. Meskipun tidak di dukung oleh Ketua Majelis Pembimbing Gugus Depan dalam hal ini Kepala Sekolah.
Peserta didiknya datang dari berbagai lapisan sosial dari anak petani, pedagang, hingga buruh yang belajar tentang kedisiplinan dan tanggung jawab dengan penuh keikhlasan.
Kesenjangan Kepramukaan
🏕️ Pembina yang Beralih Arah
Fenomena lain yang muncul, cukup banyak pembina Pramuka kini lebih aktif di Kwartir ketimbang di Gudep. Dalam hal ini menjadi andalan, pelatih yang mungkin dianggap lebih bergengsi, punya nama di pramuka.
Kegiatan di Kwartir dianggap lebih “bergengsi”, lebih terorganisir, dan tentu saja lebih nyaman secara fasilitas.
Padahal, di Gudep-lah akar Kepramukaan sesungguhnya tumbuh tempat peserta didik belajar nilai dasar Gerakan Pramuka seperti gotong royong, ketulusan, dan kemandirian.
Ketika Pembina mulai menjauh dari Gudep, yang tersisa hanyalah kegiatan formal tanpa kedekatan emosional.
Akibatnya, proses pembinaan menjadi kering dan kehilangan sentuhan kemanusiaan yang seharusnya menjadi ruh organisasi Gerakan Pramuka.

🎖️ Peserta Titipan, Cermin Ketimpangan Baru
Lebih ironis lagi, ketika ada kegiatan tingkat nasional, sering muncul peserta “titipan” yang diloloskan oleh Kwartir.
Bukan karena kemampuan, keterampilan, atau prestasi,
tetapi karena kedekatan dengan pejabat atau pengurus tertentu.
Sementara anak-anak Gudep yang sungguh-sungguh berlatih dari bawah yang punya semangat, disiplin, dan karakter sejati seringkali tersingkir hanya karena tak punya “orang dalam”. Kesenjangan Kepramukaan dalam hal ini juga harus menjadi perhatian bersama, perlu bersuara dan disuarakan melalui media sosial.
Fenomena ini menandakan bahwa jiwa meritokrasi dalam Kepramukaan mulai terkikis.
Padahal, Pramuka seharusnya menjadi wadah pembentukan karakter yang adil dan terbuka untuk semua, bukan sekadar panggung untuk mereka yang berkuasa atau beruntung.
🔥 Saatnya Kembali ke Akar
Kesenjangan Kepramukaan antara Kwartir dan Gudep bukan sekadar soal dana, tapi soal arah dan nurani.
Pramuka akan kehilangan jati dirinya bila pembina dan pengurus lebih sibuk di forum rapat daripada di lapangan latihan.
Sudah saatnya kita bertanya:
Apakah Kepramukaan hari ini masih berjiwa pengabdian, atau sekadar seremonial berbalut seragam coklat?
Karena tanpa Gudep yang kuat,
tanpa pembina yang setia mendampingi,
dan tanpa keadilan bagi peserta didik,
Gerakan Pramuka hanya akan tinggal nama kegiatan saja bukan gerakan kaum muda yang suka berkarya.
🟤 Warung Kopi – tempat ngopi sambil mikir, bukan cuma sambil nyeruput.
Yuk gabung Whatsapp Channel kami!
Follow kami di Telegram! & Instagram