Miliki Merchandise Pramuka Terbaru di Kedai Pramuka Online
AKANKAH REVITALISASI SATUAN KARYA, LAYU SEBELUM BERKEMBANG?
Revitalisasi Satuan Karya mengubah paradigma pendidikan keterampilan kepramukaan, dari “tahu apa” menjadi “bisa apa”, dari pendidikan “keterampilan ansich (semata)” menjadi “keterampilan fungsional”, “incubator sosial dan incubator job creation” berbasis pendidikan kewirausahaan, keprofesian dan kerelawanan. Sampai dimanakah progran strategis ini berjalan?
REVITALISASI SATUAN KARYA
Kak Kingkin Soroso (Waka Ka Kwarnas 2018-2021), sosok pramuka sejati yang menginisiasi revitalisasi satuan karya pramuka. Setelah sejak orde baru Saka tida tersentuh pembaharuan sehingga perkembangganya tersendat dan mulai memasuki siklus titik jenuh, Kak Kingkin mengambil inisiatif besar mervitalisasi Saka.
Revitalisasi Saka merupakan strategi memperbaharui Saka sebagai ruang belajar keterampilan fungsional, untuk membekali para pramuka menjemput masa depan dengan cerah, produktif dan memiliki competetive advantage yang memadai. Keterampilan fungsional merupakan bagian tak terpisahkan dari kecakapan hidup yang menjadi salah satu pilar pendidikan kepramukaan.

Gagasan Kak Kingkin merupakan gagasan besar karena tidak hanya memperbaharui paradigma pendidikan keterampilan kepramukaan, tetapi juga perwujudan tanggung jawab Gerakan Pramuka terhadap pembangunan kualitas SDM untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Langkah Kak Kingkin seperti ingin menegaskan pentingnya Gerakan Pramuka kembali pada akar kesejarahannya yaitu menjadi agen perubahan dan aktif ikut serta memberi solusi pada persoalan-persoalan kebangsaan. Gerakan Pramuka tidak boleh hanya sibuk dengan urusan internalnya, tetapi harus selalu hadir sejalan dengan agenda bangsa dan memberikan solusi atas sejumlah persoalan bangsa yang timbul. Inilah ciri khas Gerakan Kepanduan di Indonesia termasuk Gerakan Pramuka yang tidak boleh luntur.
Revitalisasi Satuan Karya dilaksanakan berbasis analisis teknokratis yaitu analisis filosofis, historis, yuridis dan aksiologis yang komprehensif. Tidak heran jika agenda ini memperoleh dukungan penuh Kemenko PMK serta sejumlah Kementerian dan lembaga pemangku saka, termasuk dukungan Bappenas, Kemenpora, Kemendagri dan Kementeriam Keuangan.
Melalui paparan hasil analisis teknokratis, semua pihak berhasil diyakinkan bahwa Satuan Karya memiliki potensi ikut mengatasi tingginya indeks NEET (Not in Education, Employment, or Training) di kalangan muda, rendahnya kapasitas anak muda didalam mengolah potensi lokal sebagai lahan usaha serta pengembangan kapasitas pemuda di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Potensi yang sangat strategis dari psisi kepentingan bangsa.
Agenda Revitalisasi Saka sebenarnya sudah dibreakdwon hingga level operasional dilengkapi dengan jangka waktu pelaksanaannya. Namun hingga saat ini tanda-tanda itu, belum terlihat hilalnya, alias masih belum jelas entah ditindaklanjuti, dibatalkan, didiamkan saja atau diganti dengan kebijakan baru yang lebih bagus. Yang berkuasa yang menentukan.
Pada aspek kelembagaan, revitalisasi satuan karya mengatur ulang hubungan antara Kementerian/Lembaga Pengampu Saka dengan Kwarnas. Pada era Orde Baru dengan model pemerintahan yang sentralistik, peran kementerian/lembaga bersifar supporting system, bergerak atas dasar perintah, top down untuk memberikan dukungan teknis dan fasilitasi. Memasuki era reformasi peran itu diubah menjadi partnership, hubungan Kementerian/ Lembaga pengampu Saka dengan Gerakan Pramuka menjadi mitra strategis.
Perubahan dimaksud sejalan dengan semangat reformasi yang mengedepankan demokratisasi, kolaborasi dan akuntabilitas publik lembaga pemerintah. Jadi hubungan kemitraan pembinaan Saka, berubah dari vertikal menjadi horizontal, dari dominasi tunggal menjadi kemitraan yang erat, dari sektoral menjadi multi sektor. Relasi yang ideal, penuh energi dan berspirit gotong royong.
Dengan model kemitraan semacam di atas output dan oucomes pembinaan Saka diharapkan bisa menjadi ukuran kinerja Kementerian/lembaga terutama dala membangun kualitas SDM bangsa. Dengan kerangka itu maka Kementerian/Lembaga tidak hanya bersifat menunggu tetapi ikut merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembinaan Saka, sehingga Saka bisa menjadi ruang kolaboratif yang lebih kuat dan berdaya bagi pembangunan kualitas SDM bangsa.
Agenda transformasi kurikulum kesakaan adalah mengubah pendidikan keterampilan kepramukaan dari sekadar keterampilan teknis menjadi keterampilan fungsional sekaligus wadah inkubasi sosial dan inkubasi job creation berbasis kewirausahaan, keprofesian, dan kerelawanan. Perubahan ini diharapkan mampu menyiapkan para Penegak dan Pandega bukan hanya tahu apa tetapi bisa apa, memiliki daya saing, mandiri, dan mamlu berkontribusi bagi masyarakat.
Para Anggota Saka diharapkan memiliki competetif advantage yaitu memiliki keterampilan vokasional yang relevan, sertifikasi kompetensi, pengalaman kerelawanan, jaringan sosial yang luas, serta karakter Pramuka yang berintegritas. Bekal ini diharapkan bisa menjadikan anggota Saka tidak hanya siap bersaing di dunia kerja, tetapi mampu menciptakan lapangan kerja, dan mampu menjadi agen penggerak perubahan sosial di tengah masyarakat.
Peran kementerian dan lembaga pemangku Saka mutlak diperlukan agar kurikulum di atas bisa berjalan. Kementerian/Lembaga memiliki SDM ahli, kurikulum pelatihan yang lengkap, sarana prasarana, jaringan kelembagaan, pembiayaan, serta struktur organisasi hingga tingkat kabupatan/kota bahwa kecamatan yang bisa dimanfaatkan sebagai arena pendidikaan kesakaan. Potensi yang sangat besar dan strategis.
Atas dasar potensi di atas Gerakan Pramuka wajib berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga. Tanpa kolaborasi revitalisasi Satuan Karya Pramuka hanya akan menjadi wacana. Sebaliknya dengan kolaborasi, Saka akan benar-benar menjadi wadah pendidikan keterampilan fungsional, menjadi solusi mengurangi tingginya indeks NEET, memperluas peluang kerja, dan membangun kualitas SDM bangsa. Saka juga menjadi bukti Gerakan Pramuka hadir menjadi solusi Gen Z menatap Indonesia yang lebih cerah, bukan Indonesia gelap sebagaiman selama ini ditakutkannya.
Semangat berkolaborasi hanya lahir dari kultur kepemimpinan yang genuine. Semangat itu tidak akan lahir dari kultur kekuasaan yang sentralistik, merasa benar sendiri dan tidak menghargai ilmu pengetahuan! (Bersambung)
Penulis: Anis Ilahi wh
Purna Dewan Kerja Yogya
Yuk gabung Whatsapp Channel kami!
Follow kami di Telegram! & Instagram